Learning

Balikpapan Story part 1

Bersama teman-teman les Bahasa Perancis…keep learning new things…new language…other culture…

Tidak terasa saya sudah lebih dari 3 tahun tinggal di Balikpapan.

Awalnya saya pikir Balikpapan itu masih hutan (o’on.com), tapi setelah diterbangkan ke sana untuk interview, pandangan saya berubah.

Ada kota di tengah hutan (teteup). hehehehe…

Saya becanda.serius.becanda.

OK let’s stop it.

Balikpapan bagi saya (lama-lama) bisa jadi kota favorit.

Udah gak macet, bersih, teratur, fasilitas publik cukup lengkap, rame dan orang-orangnya gak ada lagi yang asli Balikpapan.

Lha kenapa gak ada orang-orang asli jadi poin positif bagi saya?

Ya karena dengan demikian, saya yang sudah kelamaan tinggal di Jakarta (Bandung numpang lahir doank, kalo ke sana masih berasa tamu. Ditanya tahu tempat XXXX, or YYYY, maka jawabannya “Ngggg…..” lalu nyengir—> begitulah) langsung tune in dan tidak merasa sulit untuk beradaptasi dengan kehidupan kotanya.

Di Balikpapan, penduduknya sudah campur baur mulai dari bule-bule (berbagai negara, kebanyakan Perancis), orang Jakarta (banyak abis), orang Jawa, Bugis, Batak, Sunda, Jawa (did I mention this one? maap dua kali, abis banyak sih), Samarinda, dkk, dll.

Perkembangan kotanya pun menurut saya sangat pesat mulai dari 2009 sampai sekarang.

Ngomong-ngomong sadarkah Anda saya sejak tadi banyak sekali menggunakan kata “mulai” dan “dari”?

Kurang kreatif nih ah.

Anyway

Kalau pakai kategori anak muda (????–>maap saya males kalo harus ilmiah…udah pernah waktu kuliah, di sini seenaknya dikit boleh yak), nyang dulunya gak ada Star Bucks, sekarang udah ada dua (iya, ukuran ini memang agak dodol, nyebutin merek pulak). Dari yang Gramedianya kecil banget dan bikin frustasi (apa inihhh??? buku tulis doank isinyah???—>reaksi pertama kali ke Gramedia Balikpapan), sekarang sudah jadi gede dan lumayan banyak koleksi bukunya, membuatku mencintainyah. Bahkan sekarang ada dua Toko Periplus dan satu Toko Buku Times…eh maap, Periplus baru aja tutup 30 September 2012 (huhuhuhuhu…tapi akan ada 1 lagi Times sebagai penggantinya–> amiin).

Rumah Sakit? Mulai dari RS Pertamina Internasional, sampai sekarang ada Siloam (dengan Times book store-nya).

Mall?

Hohohoho….jangan khawatir.

Bagi mereka yang emang demennya ke mall , sudah ada 2 mall besar di Balikpapan. Yang saya maksud besar adalah:

1. Kalo jalan keliling mall mayan capek, ya kira-kira butuh 30 menitlahhhh, 5 jam kalo sprint 50 kali keliling mungkin

2. Ada Star Bucks dan The Body Shop yang herannya laku (target marketnya berarti udah laen)

3. Ada bioskop minimum XXI

4. Ada banyak ATM (biar pada ngabisin duitnya di mall)

5. Ada banyak resto dengan menu internasional, mulai dari sushi, makanan itali, ama chinese food (is it international menu?–>emang masih bego…maapkan) and tentu saja…McDonalds (ni franchise bused dah laku bener).

Selain mal besar di atas, fasilitas lain yang membuat saya merasa Balikpapan cukup lengkap antara lain ada beberapa sekolah internasional, mulai dari French School, British School, termasuk sekolah nasional plus seperti GLobal Islamic School…plus ada Ace Hardware dan Informa yang juga menunjang kehidupan di kota ini.

Tampaknya hidup di Balikpapan relatif nyaman dan tidak menakutkan seperti yang kayaknya dibayangkan orang.

Kadang-kadang saya malah merasa Balikpapan gak beda jauh dengan Jakarta, cuma versi mininya saga (fasilitas publik, institusi pendidikan sampe hiburannya emang masih lebih minim siiiy) dan jauh lebih teratur serta bersih, relatif lebih aman, tapi dengan ironi kota energi yang sering mati lampu dengan kualitas air yang rendah sehingga punya generator dan penyaring air menjadi kebutuhan utama (jadinya mirip Jakarta apa enggak ya?). Kalau pemerintah kotanya membiarkan kota ini begitu aja tanpa menjaga kuantitas mobil pribadi dan memperbaiki sistem transportasi, bakalan macet-macet juga dan terpolusi seperti Jakarta (doh mudah-mudahan jangan donk).

Sayangnya, institusi pendidikan untuk umum sepertinya masih kurang berkembang, baik dari jumlah maupun kualitas, begitu pula bisnis-bisnis terkait pendidikan seperti kursus bahasa asing (mungkin sayanya aja kali ya yang kuper).

Kalau tidak disokong oleh perusahaan-perusahaan asing yang ada, mungkin tidak akan ada Allianze Francais atau sekolah KPS (konsorsium beberapa perusahaan migas).

Tadinya saya berpikir, dengan beragamnya penduduk yang kebanyakan “imigran” dari kota-kota besar lainnya, di antara mereka pun banyak yang bekerja di perusahaan asing dan berskala internasional, juga banyaknya orang asing yang berkeliaran, maka saya berasumsi komunitas bacanya juga besar dan berkembang, dan dengan daya beli yang relatif tinggi, maka toko-toko buku termasuk yang menjual buku impor akan bisa bertahan.

Kenyataannya sampai hari ini hanya Gramedia yang masih ramai dikunjungi pengunjung dan barang-barangnya benar-benar dibeli (itu pun kalau saya amati memang yang banyak dibeli adalah alat tulis). Periplus sudah tutup padahal baru ada kira-kira setahunan. Times sepertinya masih bertahan karena ada RS Siloam.

Yang justru semakin hip memang fasilitas perumahan dan even-even hiburan. Konser musik semakin banyak (yang mana di satu sisi ya bagus-bagus aja biarpun saya lebih memilih kegiatan lain), bioskop, tempat nongkrong or tempat makan.

Tempat clubbing? Kayaknya yang satu ini mah tidak akan pernah mati. Hotel-hotel bintang 4 dan 5 sepertinya hampir selalu penuh karena seringnya meeting atau kunjungan bisnis pegawai-pegawai perusahaan migas, termasuk digunakan sebagai tempat rekrutmen maupun training.

Di satu sisi, Balikpapan memang berkembang pesat, tapi di sisi lain, saya bertanya-tanya sebenarnya kota ini ciri khasnya apa sih? Apa yang asli Balikpapan selain seafoodnya (yang btw, ueeenaaaakkk…..) serta batu-batu etnik atau batik sasirangan di pasar kebon sayur?

Ada sih, masih tetap ada.

On the next chapter mungkin.

#carimakandulu