
Buku ini sebenarnya sudah beberapa kali saya lihat, tapi baru beberapa bulan lalu saya putuskan untuk membelinya. Alasan utama adalah karena pe-er membaca saya belum juga kelar (yak temans…you know who…I haven’t started to read the you know what), plus kecenderungan saya untuk mengosongkan kantong untuk buku sepertinya semakin mengkhawatirkan.
Tapi setelah membaca sinopsisnya, saya pun jadi penasaran.
Maka buku itu pun sukses saya beli dan setelah saya baca, tidak mengecewakan.
Ketika memilih buku yang ingin saya baca, biasanya ada dua hal utama yang menjadi pertimbangan: isi dan keindahan penulisan.
Isi biasanya mencakup tema, pelajaran yang bias diambil dan keputusan membeli bisa dibantu dengan membaca synopsis, at least kalau menarik, saya beli.
Keindahan tulisan (tentu saja menurut selera saya), saya dapat dari gaya menulis si penulis. Biasanya bila saya sudah kepincut dengan gaya tulisan penulis dan saya suka buku pertama yang saya baca, saya cenderung percaya setiap tulisan si penulis akan memiliki kualitas isi yang sama bagusnya. Maka saya akan terus memburu tulisan-tulisan karya penulis yang sama.
Baik isi maupun gaya tulisan penting bagi saya, karena saling mempengaruhi. Untuk non fiksi, mungkin saya akan lebih mementingkan isi. Namun untuk fiksi, bagi saya, dua-duanya sama penting. Gaya tulisan yang menarik tapi isinya bagi saya, tidak memberikan pencerahan apa pun, maka saya tidak akan membeli lagi buku karangan si penulis tersebut. Sebaliknya, isinya sebenarnya penting, tapi gaya penulisannya tidak sesuai selera saya, maka saya akan berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan bacaan tersebut. Tapi ini usaha ekstra. Seperti menghabiskan air putih sementara rasa haus sudah tidak ada lagi. There is less pleasure in it.
Bermacam-macam buku yang bisa menarik hati saya, namun The Ballad merupakan salah satu buku yang bisa menggambarkan kepiawaian seorang pemusik alat tiup jenius yang saya sangat sukai. Saking jeniusnya, digambarkan pemusik ini, dalam usianya yang masih remaja, sampai berhasil memikat seorang peri, yang secara alami akan tertarik pada jiwa musik manusia dan akan berusaha untuk membunuhnya demi mempertahankan hidup.
Yup, memang buku ini termasuk buku fantasy (haha…yes…yes…tidak semua orang hobi buku genre ini…), Penggambaran karakter utamanya sangat menarik dan entah mengapa, mirip dengan Artemis Fowl J. Bedanya, si tokohnya tidak sesombong dan sesinis Artemis, namun sama jenius dan sama-sama kesulitan berterus terang mengenai perasaannya terhadap si peri.
Karena sudah cukup lama waktu berlalu sejak saya selesai membaca buku ini, dan karena ingatan saya entah mengapa makin lama makin pendek (sebenarnya ini mungkin alasan utama, huhuhu…), jadi saya persilakan saja teman-teman untuk membeli dan membacanya.
Happy Reading!